Langsung ke konten utama

KONTROVERSI DI ERA 'HYPER REALITY'


Hyper Reality tampaknya memang benar-benar era kegilaan. Ini fase yang oleh Ronggo Warsito disebut sebagai jaman edan. Manusia dipaksa ikut gila oleh keadaan, yang tidak gila akan digerus oleh zaman, dipersekusi oleh situasi. Di zaman ini apa saja diperdebatkan, persoalan kecil dibesar-besarkan, yang besar dikecilkan.

Yang penting sepelekan yang sepele dipentingkan. Yang benar disalahkan dan salah dibenarkan. Semua berbaur menjadi satu tanpa jarak, tanpa sekat Hal-hal yang besar, penting dan benar ditentukan oleh persepsi dan keyakinan masing-masing orang bukan lagi berdasarkan fakta, norma dan nilai yang mapan dan konvensional. Issu terbaru yang muncul di tengah wabah Pandemi Covid-19 adalah soal kebijakan “vaksin berbayar”. Kebijakan yang belum ditetapkan pemerintah ini langsung menuai kritik dan perdebatan. Sebenarnya ini merupakan hal yang wajar. Artinya pemerintah mengambil kebijakan, kemudian dikritisi dan dikritik adalah sesuatu yang wajar, yang tidak wajar adalah sikap beberapa pihak yang menjadikan issu ini sebagai “komoditi” politik dan “bahan bakar” untuk melakukan agitasi melalui informasi bohong dan tafsir yang distortif. Jika dicermati, sebenarnya argumen pemerintah dalam kebijakan “vaksin berbayar” ini cukup rasional dan faktual. 

Sebagaimana disebutkan oleh Menteri Kesahatan, ini merupakan upaya untuk mempercepat penyebaran vaksinasi kepada masyarakat. Bagi masyarakat yang merasa terlalu lama menunggu vaksin gratis dan ingin cepat divaksin, bisa membayar sendiri atau melalui perusahaan. Sebagaimaan terjadi pada vaksin Gotong Royong yang pembayarannya dibebankan pada perusahaan namun dibagikan secara gratis kepada para pekerja. 

Vaksin berbayar ini sifatnya opsional. Artinya bersifat alternatif untuk memenuhi kebutuhan orang-orang yang ingin cepat divaksin dan mampu membayar. Sedangkan pemberian vaksin gratis kepada masyarakat akan terus dilakukan oleh pemerintah. Sebenarnya melalui cara ini justru lebih adil, karena vaksin gratis diberikan kepada masayrakat tidak mampu yang harus disubsidi negara, sedangkan masyarakat yang mampu harus membayar jika ingin divaksin, sehingga tidak membebani negara. Kebijakan vaksin berbayar ini sebenarnya sama dengan kebijakan membangun jalan tol yang berbayar. Bagi mereka yang ingin cepat sampai tujuan dengan perjalanan yang nyaman dan tanpa hambatan silahkan lewat jalan tol dengan konsekwensi membayar. Sedangkan bagi mereka yang tidak memiliki uang untuk bayar jalan tol, atau mereka yang ingin menghemat silakan lewat jalan biasa yang gratis. 

Dengan adanya jalan tol maka kepadatan lalu lintas dan kemacetan di jalan konvensional dapat dikurangi. Demikian juga dengan kebijakan vaksin berbayar, melalui kebijakan ini diharapkan dapat mengurangi jumlah antrian penerima vaksin sehingga penyebaran vaksin ke masyarakat dipercepat. Tapi ternyata logika ini tidak ditangkap, atau sengaja didistorsi oleh beberapa orang, melalui pembentukan narasi distortif. Seperti narasi pemerintah memeras rakyatnya, pemerintah melakukan komersialisasi vaksin, pemerintah mengambil keuntungan dengan memanfaatkan kondisi pandemi dan berbagai tudingan miring lainnya. 

Tudingan ini benar jika pemerintah menutup pemberian vaksin gratis kepada masyarakat kemudian memaksa seluruh masayarakat untuk divaksin dan membayar. Jika kebijakan vaksin berbayar ini masih bersifat opsional, maka sebenarnya tudingan tersebut tidak berdasar. Namun demikian, bukan berarti kebijakan itu tidak perlu dikritik, karena kebijakan ini juga tanpa resiko. Berdasarkan pada pengalaman dan melihat kelakukan beberapa oknum birokrat di masa lalu, kebijakan ini memang perlu dikritik karena rawan diselewengkan dan dapat menjadi pintu masuk terjadinya tindak korupsi. 

Dengan adanya kebijakan vaksin berbayar, akan memancing para birokrat nakal untuk mendahulukan mereka yang mampu membayar kemudaian mengabaikan rakyat yang tidak mampu membayar. Bukan tidak mungkin akan timbul permainan para oknum yang bisa membuat jatah vaksin gratis menjadi langka karena tersedot untuk melayani mereka yang mampu membayar. Kekhawatiran ini sangat beralasan jika melihat pada beberapa kejadian masa lalu dan ulah para oknum birokrat yang suka mengambil keuntungan pribadi dengan memanfaatkan kebijakan dan situasi. Dalam konteks ini maka kritik dari kalangan masyarakat menjadi sangat relevan dan penting. 

Memperhatikan berbagai kritik dan kekhawatiran masyarakat atas kebijakan vaksin berbayar ini, maka pelaksanaan kebijakan ini harus dibarengi dengan berbagai pesyaratan dan pengawasan yang ketat untuk meminimalisir berbagai penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang, sebagaimana yang dikhawatirkan oleh sebagian masayarakat yang melakukan kritik terhadap kebijakan tersebut. Meski logikanya sama dengan pembangunan jalan tol namun dalam praktiknya kebijakan ini berbeda dengan kebijakan jalan tol. Paling tidak ada tiga persyaratan jika kebijakan vaksin berbayar ini diberlakukan. 

Pertama, penerapan kebijakan ini jangan sampai mengurangi jatah vaksin gratis yang diberikan kepada masyarakat, termasuk dalam segi penyediaan tenaga pelayanan. Jika hal ini terjadi, misalnya ada kelangkaan vaksin atau pelayanan berkurang karena lebih mementingkan yang berbayar, berarti sudah terjadi komersialisasi vaksin. Kedua, ada regulasi yang jelas, yang benar-benar berpihak kepada masyarakat, sehingga kebijakan ini tidak hanya menguntungkan pihak tertentu, terutama perusahaan medis, yang dapat merugikan masyarakat. Ketiga, melakukan pengawasan yang ketat dan tidakan yang tegas terhadap aparat yang melakukan penyimpangan terhadap kebijakan vaksin berbayar. 

Jika ketiga persyaratan dapat terpenuhi maka kebijakan vaksin berbayar bukan menjadi masalah, justru dapat menguntungkan negara dan masyarakat. Selain mempercepat penyebaran vaksin ke masayrakat juga dapat menambah pendapat negara. Di sinilah pentingnya berpikir kritis dan jernih dalam melihat persoalan dan merespon perdebatan yang terjadi di era hyper reality. Tanpa nalar kritis dan hati jernih akan sulit menangkap kemaslahatan yang ada di balik perdebatan.


Komentar

Popular Post

'PUBLIC SERVICE' ITU LADANG KONTRIBUSI ATAU LADANG EKSISTENSI?

Dunia maya kembali diramaikan dengan adanya sosok pria berseragam. Dilansir dari laman twitter @kapansarjana_, terdapat sebuah video yang menampakkan sosok polisi yang sedang memegang senjata dan berkata "Pacar kamu ganteng? Kaya? Bisa gini nggak?" sambil mengokang senjata yang dibawanya. Hal ini menimbulkan berbagai respon dari netizen. Menurut hemat penulis, hal ini wajar terjadi karena setereotip yang berlaku di masyarakat tentang pria berseragam. Namun, apakah menjadi wajar ketika membenci mereka kita menghujat mereka? Lalu dimanakah letak kesalahan pria berseragam sehingga dibenci khalayak ramai? Sejauh ini menjadi pria berseragam mungkin menjadi tujuan bagi beberapa orang. Entah alasan karir, menjadi penerus keluarga, ataupun alasan lain. Namun, yang perlu digaris bawahi dalam hal ini adalah resikonya. Bila sudah berstatus sebagai pria berseragam atau istilah kerennya A Man With Uniform, berarti harus siap disorot sebagai Pelayan Publik (Public Service). Tapi, sejauh in

BEM UI RAMAI LAGI

BEM Universitas Indonesia kini ramai diperbincangkan kembali setelah memuat postingan yang cukup kontroversial. Melalui akun @BEMUI_Official, organisasi kampus tersebut langsung menyebut Presiden Joko Widodo sebagai King of Lip Service. Hingga sore ini, sebuah pesan bergambar Presiden Joko Widodo yang bermahkota merah telah mendapat lebih dari 19.000 likes dan ribuan komentar online. Fathan Mubina, seorang penghubung yang tercantum dalam pesan yang dikonfirmasi, mengungkapkan bahwa pihaknya merasa apa yang dikatakan orang nomor satu di berbagai saluran berita tidak sesuai dengan kenyataan. “Kami memiliki banyak masalah sosial dan politik yang perlu ditangani sebagai tugas utama di BEM. Dan beberapa di antaranya berurusan dengan presiden,” kata Fathan kepada TribunJakarta melalui telepon, Minggu (27 Juni 2021). “Dalam pemberitaan media (Presiden Jokowi) menyatakan tidak sejalan dengan pelaksanaannya, dan berusaha menunjukkan bahwa pelaksanaan pernyataan tersebut tidak serius, jadi berbe

JOKOWI CARI MENTERI LAGI?

Kabar tentang reshuffle atau perombakan kabinet menggelinding dan menjadi bola liar usai Presiden Jokowi memarahi para menterinya di sidang kabinet. Reshuffle kabinet atau perombakan jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju ini menjadi isu hangat yang terus menguat, terutama di kalangan partai politik. Isu ini menjadi perbincangan dan pergunjingan publik usai video rekaman rapat kabinet yang mempertontonkan kemarahan Jokowi dan akhirnya menjadi viral. Berbagai analisa dan asumsi bertaburan, baik di media massa, forum diskusi dan kedai kopi. Bahkan kalangan rakyat kecil pun ikut menyoroti hal ini. Wacana perombakan kabinet terlontar langsung dari mulut Jokowi. Ia kesal dan tak puas dengan kinerja para pembantunya di Kabinet Indonesia Maju. Kekecewaan dan kemarahan itu tampak dari kalimat-kalimat yang disampaikan Jokowi kala membuka sidang kabinet paripurna di Istana Negara. Gotong Royong Antar Menteri Mulai Luntur? Kabinet Indonesia Maju merupakan kabinet yang dirancang secara visioner da