Langsung ke konten utama

JOKOWI CARI MENTERI LAGI?


Kabar tentang reshuffle atau perombakan kabinet menggelinding dan menjadi bola liar usai Presiden Jokowi memarahi para menterinya di sidang kabinet.
Reshuffle kabinet atau perombakan jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju ini menjadi isu hangat yang terus menguat, terutama di kalangan partai politik. Isu ini menjadi perbincangan dan pergunjingan publik usai video rekaman rapat kabinet yang mempertontonkan kemarahan Jokowi dan akhirnya menjadi viral.
Berbagai analisa dan asumsi bertaburan, baik di media massa, forum diskusi dan kedai kopi. Bahkan kalangan rakyat kecil pun ikut menyoroti hal ini. Wacana perombakan kabinet terlontar langsung dari mulut Jokowi. Ia kesal dan tak puas dengan kinerja para pembantunya di Kabinet Indonesia Maju. Kekecewaan dan kemarahan itu tampak dari kalimat-kalimat yang disampaikan Jokowi kala membuka sidang kabinet paripurna di Istana Negara.

Gotong Royong Antar Menteri Mulai Luntur?


Kabinet Indonesia Maju merupakan kabinet yang dirancang secara visioner dan baru bekerja sekitar delapan bulan sejak dilantik pada 23 Oktober 2019. Kabinet di periode kedua Jokowi ini diisi orang-orang titipan partai pengusung utamanya di Pilpres 2019 plus Gerindra yang menyusul masuk koalisi dan kalangan profesional.
Bagi sejumlah kalangan menilai, ancaman Jokowi merupakan sesuatu yang wajar. Pasalnya, kinerja sejumlah menteri memang tak nampak kinerjanya selama pandemi.
Ekonomi terus merosot dan terancam resesi. Pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi dimana-mana, angka pengangguran terus mengalami pelonjakkan sementara grafik pandemi juga masih menggila.
Di masa pandemi ini para menteri seharusnya memiliki sense of crisis dan bekerja ekstra keras untuk membantu Jokowi bukan bersembunyi di balik regulasi atau sekedar mencari panggung demi mengail untung.
Tak hanya itu, sejumlah menteri juga terlihat jalan sendiri-sendiri bahkan dinilai berseberangan dengan kebijakan Jokowi. Banyak pernyataan Presiden Jokowi yang justru dianulir bawahannya sendiri.
Misalnya, saat Presiden Jokowi meminta mudik dilarang, menterinya mengatakan mudik diperbolehkan. Ketika Jokowi menyampaikan istilah mudik dan pulang kampung adalah dua hal yang berbeda, menterinya mengatakan sama saja. Dan sederet saling silang kebijakan Jokowi dan respon para pembantunya yang berbeda.

Memberi Peluang Bagi Pihak Non-Koalisi


Kemunculan isu perombakkan menteri ini, seolah dipandang sebagai kesempatan bagi partai non-koalisi untuk masuk kedalam jajaran pemerintahan.
Sebut saja nama Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Pria yang baru saja dipilih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat ini dikabarkan akan masuk Istana sebagai modalnya untuk maju ke pilpres 2024 dan bergabung dalam kabinet Jokowi.
Selain AHY, nama lain yang muncul adalah Mumtaz Rais. Berbeda dengan AHY, anak politikus senior Amien Rais ini disodorkan langsung oleh elite PAN untuk menjadi salah satu kandidat menteri.
Selain Mumtaz, ada sejumlah nama lain yang disodorkan partai pendukung pasangan Prabowo Sandi ini para Pilpres 2019 lalu ini. Di antaranya Soetrisno Bachir (Ketua Wanhor DPP PAN), Eddy Soeparno (Sekjen DPP PAN) dan Teguh Juwarno (eks Ketua Komisi VI DPR RI). Tak ketinggalan juga, para profesional militer seperti Panglima TNI Marsekal TNI Dr. Hadi Tjahjanto dan Jendral TNI Doni Monardo juga digadang-gadang sebagai bursa menteri.
Munculnya nama-nama dari partai non-koalisi pendukung Jokowi ini ditanggapi miring partai koalisi pendukung Jokowi. Mereka menyatakan, sebelum menyodorkan nama dan bergabung dalam kabinet, sebaiknya PAN menentukan sikap politiknya terkait pemerintahan Jokowi. Mereka harus menerima plus minus Presiden Jokowi sebagai pemimpin dan tidak main dua kaki di kemudian hari.
Menambah gerbong koalisi di tengah jalan sebenarnya bukan hal baru bagi Jokowi. Mantan Gubernur DKI ini pernah melakukan hal tersebut saat menjabat presiden pada periode pertama.
Saat itu, koalisi pemerintahan Jokowi mengizinkan Golkar dan PAN untuk bergabung dan kemudian mendapat posisi di kabinet. Secara politik hal itu dimungkinkan. Jokowi pasti berpikir untuk bisa merangkul sebanyak mungkin dukungan untuk kelancaran agenda dan kebijakannya. Terlebih, dukungan itu diperlukan untuk periode keduanya.

Akankah Presiden Jokowi Mengulangi Kesalahan Yang Sama?



Reshuffle kabinet sebenarnya sesuatu yang lazim di republik ini dan banyak dilakukan presiden sebelum Jokowi. Pada periode pertama pemerintahannya, Jokowi melakukan empat kali perombakan kabinet.
Reshuffle pertama dilakukan dalam tempo yang terbilang cepat, yakni pada 12 Agustus 2015 atau lebih kurang setelah 10 bulan kabinet Indonesia Kerja berjalan sejak dilantik pada 27 Oktober 2014.
Kala itu menteri yang dicopot dalam reshuffle ini di antaranya Menko Perekonomian Sofjan Djalil yang digantikan Darmin Nasution, Menkopolhukam Tedjo Edhy digantikan Luhut Binsar Pandjaitan, dan Mendag Rachmat Gobel digantikan Thomas Lembong.
Perombakan jilid II dilakukan pada 27 Juli 2016. Dalam perombakan ini Jokowi di antaranya mencopot Menhub Ignasius Jonan dan digantikan oleh Budi Karya Sumadi, Menteri ESDM Sudirman Said digantikan Archandra Tahar, dan Menperin Saleh Husin digantikan Airlangga Hartarto.
Reshuffle jilid II digunakan Jokowi untuk mengakomodasi parpol yang baru merapat ke Koalisi Indonesia Hebat, yakni Golkar dan PAN. Dari PAN yang masuk adalah Asman Abnur menggantikan Yudy Chrisnandi sebagai Menteri PAN-RB.


Kemudian Reshuffle jilid III dilakukan Jokowi pada 17 Januari 2018. Ia di antaranya mencopot Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa yang mencalonkan diri sebagai Gubernur Jatim dan digantikan Idrus Marham dan Kepala Staf Presiden Teten Masduki digantikan Jenderal (Purn) Moeldoko.
Terakhir, reshuffle dilakukan pada 24 Agustus 2018 yakni mencopot Mensos Idrus Marham yang tersangkut kasus korupsi dan menggantinya dengan Agus Gumiwang Kartasasmita.
Semua itu adalah hak prerogatif Presiden. Benarkah Jokowi akan merombak kabinetnya? Siapa saja Menteri yang akan diganti? Siapa saja Menteri baru yang akan dipilih? Atau bahkan tidak akan terjadi perombakkan? Semoga segera ada titik terang dari Presiden.

Komentar

  1. Sebenarnya ini cuma manipulasi agar Pak Owi ga disalahkan gak sih?

    BalasHapus
  2. Jalan menuju roma dududududu

    BalasHapus
  3. Mau ganti sampai berapa kali?

    BalasHapus
  4. Sebenarnya gpp sih ganti menteri. Terutama yg gabecus kerjanya. Tapi ya mbok jangan masa sekarang toh pak dhe

    BalasHapus
  5. Konspirasi cuci tangan. Really?

    BalasHapus
  6. entah apa yang merasukimuuuuuuuuuuuu

    BalasHapus

Posting Komentar

Popular Post

'PUBLIC SERVICE' ITU LADANG KONTRIBUSI ATAU LADANG EKSISTENSI?

Dunia maya kembali diramaikan dengan adanya sosok pria berseragam. Dilansir dari laman twitter @kapansarjana_, terdapat sebuah video yang menampakkan sosok polisi yang sedang memegang senjata dan berkata "Pacar kamu ganteng? Kaya? Bisa gini nggak?" sambil mengokang senjata yang dibawanya. Hal ini menimbulkan berbagai respon dari netizen. Menurut hemat penulis, hal ini wajar terjadi karena setereotip yang berlaku di masyarakat tentang pria berseragam. Namun, apakah menjadi wajar ketika membenci mereka kita menghujat mereka? Lalu dimanakah letak kesalahan pria berseragam sehingga dibenci khalayak ramai? Sejauh ini menjadi pria berseragam mungkin menjadi tujuan bagi beberapa orang. Entah alasan karir, menjadi penerus keluarga, ataupun alasan lain. Namun, yang perlu digaris bawahi dalam hal ini adalah resikonya. Bila sudah berstatus sebagai pria berseragam atau istilah kerennya A Man With Uniform, berarti harus siap disorot sebagai Pelayan Publik (Public Service). Tapi, sejauh in

BEM UI RAMAI LAGI

BEM Universitas Indonesia kini ramai diperbincangkan kembali setelah memuat postingan yang cukup kontroversial. Melalui akun @BEMUI_Official, organisasi kampus tersebut langsung menyebut Presiden Joko Widodo sebagai King of Lip Service. Hingga sore ini, sebuah pesan bergambar Presiden Joko Widodo yang bermahkota merah telah mendapat lebih dari 19.000 likes dan ribuan komentar online. Fathan Mubina, seorang penghubung yang tercantum dalam pesan yang dikonfirmasi, mengungkapkan bahwa pihaknya merasa apa yang dikatakan orang nomor satu di berbagai saluran berita tidak sesuai dengan kenyataan. “Kami memiliki banyak masalah sosial dan politik yang perlu ditangani sebagai tugas utama di BEM. Dan beberapa di antaranya berurusan dengan presiden,” kata Fathan kepada TribunJakarta melalui telepon, Minggu (27 Juni 2021). “Dalam pemberitaan media (Presiden Jokowi) menyatakan tidak sejalan dengan pelaksanaannya, dan berusaha menunjukkan bahwa pelaksanaan pernyataan tersebut tidak serius, jadi berbe